oleh: Hairus Soleh
Abstak
HMI kini telah“murtad” dari dirinya sendiri. Ia
bukan lagi HMI, tetapi terdapat sosok lain yang menjelma ke dalam tubuhnya
sehingga ia tampak sebagai HMI. Hmi ini harus segera dibubarkan. Kemudian,
pungut kembali sisa puing-puingnya yang masih suci, untuk kembali ditegakkan
sebagai HMI yang sesungguhnya. Sehingga tercapai makna lambang jantung yang
tertera pada lambangnya, yang tidak hanya menjadi kampus kedua, tetapi menjadi
jantung intelektual Islam dunia.
Sebuah
Pengantar
Pada
awalnya penulis menolak ketika saudari Lyna menawarkan untuk berpartisipasi
pada lomba esay “HMI sebagai Kampus Kedua”. Namun, terlintas di benak bahwa
sebagai kader HMI, penulis mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan yang
terbaik untuk oraganisasi yang telah merangkul dan memberikan impian yang
begitu besar.
Ada hal
yang tidak seharusnya terjadi pada tubuh HMI. Hal itu yang menjadikan penulis tak
ingin mendekat secara lahiriah kepadanya, tetapi terus mengikuti dari kejauhan
sana. Hal yang dimaksud di sini ialah hmi yang berorientasi pada kekuasaan
(politik). Penulis melihat di tubuh hmi itu terjadi perebutan kekuasaan yang
begitu dahsyat. Akibatnya, ia pun berubah wujud menjadi oraganisasi politik
yang berkedok Islam.
Seperti
halnya kanca perpolitikan, di sana antara satu dan yang lainnya saling menikap,
membunuh dan bahkan mencincang tubuh yang sudah terbunuh itu. Kecurigaan terus
melanda seluruh eleman anggota. Penulis bisa pastikan, kalau di tubuh hmi terus
terjadi demikian, ia akan pecah bekeping-keping dan akhirnya hancul melebur
bersama kepentingan pribadi dan sekte-sekte bersangkutan.
Tulisan
ini adalah ungkapan perhormatan –yang mungkin tidak sesuai dengan kriteria
lomba- kepada HMI, dari kader HMI yang sedang merindukan hmi yang sesungguhnya,
hmi yang dipuja, hmi dambaan dan harapan seluruh umat manusia. Bahwa penulis
ini tercengang melihat kiprah hmi tahun 60an. Bahwa mengakui hmi sebagai
satu-satunya oraganisasi keIslaman terbesar, terhebat dan teragresif dalam
menyuarakan pembaharuan dan pelurusan pemahaman keIslaman di seluruh dunia. Dan
itu memang terbukti dengan kiprahnya dikanca internasional pada waktu itu.
Penulis
berkeinginan suatu setelah lomba ini, akan muncul “Muhammad” baru sebagai penyelamat
hmi untuk merebut kembali intelektualitas yang agung itu. Dengan demikian, hmi
tidak hanya sebagai kampus kedua, tetapi menjadi pusat intelektual umat manusia
di seluruh jagat raya. Penulis sudah merindukan kalimat “kalau belum menjadi
kader HMI, jangan mengaku akademisi dan intelektual”. Artinaya, hmi di sini
menjadi rujukan utama pemikiran, menjadi inspirasi umat yang terus memberikan
petunjuk kepada jalan yang lebih maju.
Hmi?
Bubarkan Saja
Meluruskan
Makna HMI
Suatu
ironis, bahwa banyak anggota, baik kader maupun petinggi HMI menginterpretasikan
hmi itu sebagai organisasi politik, tempat ajang perebutan kekuasaan. Hal itu
tampak terimplentasi pada praktek kinerja yang terus berorientasi pada
kekuasaan. senioritas hmi tidak lagi mengarah pada intelektualitas, tetapi
lebih pada kepentingan-kepentingan yang terselubung. Perspektif ini tidak lah
benar, tidak sesuai dengan fitrah HMI.
Penyimpangan
tersebut bisa dilihat dari barbagai sudut pandang. Berdasarkan lambang hmi
misalnya. Filosofi lambang HMI secara universal dapat dirangkum bahwa hmi
merupakan organisasi intelektual yang tetap optimis dalam memperjuangkan
kejayaan umat Islam seluruh umat dunia melalui intelektualitas –ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi- yang tetap mempertahankan keIslaman,
ketauhidan (ketuhanan), dan tetap beriman kepada tuhan yang maha esa, sehingga
menjadi pusat kehidupan manusia pada umumnya.
Lambang
merupakan suatu simbol. Simbol itu sendiri merupakan suatu reduksi dari
keseluruhan apa yang mencakup seluruh aspek HMI yang begitu kompleks. Simbol
ini merupakan salah satu acuan kader-kader atau anggota hmi dalam menjalankan
gerbong HMI yang agung. Sebagai acuan, ia harus menjadi simbol suci yang harus
dipatuhi dan ditaati sebagai pengikut setianya.
Di dalam
simbol itu pula, terdapat suatu keterpaduan dari seluruh aspek yang ada di
dalamnya. Kalau diejawantahkan ke dalam ranah yang simpel, dapat dikatakan
sebagai hubungan saling mengikat erat antara iman Islam dan ihsan, serta
keterpaduan ujud antara iman, ilmu dan amal.
Juga
visi dan misi hmi
Kemudian Nilai Dasar Perjuangan (NDP) pun juga
sudah memberikan gambaran yang cukup gemilang kepada kita untuk terus
menjalankan HMI sesuai dengan substansinya. Pokok mendasar yang diperjuangkan
HMI dalam intelektualitasnya ialah berkisar pada pemahaman terhadap substansi
manusia itu sendiri yaitu manusia sebagai “insanul kamil” (meminjam istilah
Suhrawardi), khalifah dalam istilah Cak Nur, sehingga manusia mempunyai
tanggung jawab yang begitu besar pada alam ini dan juga tidak lepas dari
hubungan dengan yang Maha Esa –Allah- sebagai kebenaran tertinggi yang mutlak
sesuai dengan ajaran Islam.
Ulasan di atas berorientasi pada penyadaran
manusia dari keterpurukan, yaitu kemunduran yang diawali dari kemunduran
berpikir umat Islam. Maka HMI bangkit sebagai pahlawan yang mengembalikan
semangat umat Islam untuk menggunakan akal budinya secara baik dan benar sesuai
dengan tuntunan Islam dan tuntutan zaman.
Seiring
dengan perkembangan zaman, maka pembahasan akannya harus terus dimodifikasi, diperbaharui
dan dikaji dengan gaya pandangan yang berbeda yang sesuai dengan zaman itu.
Dengan demikian, kajian akan manusia, keIslaman dan alam tetap menarik dan
diterima umat. Keadaan ini tidak bisa dicapai dengan politik, tetapi ketekunan dan
kader HMI dalam menggali solusi baru yang tentunya hanya bisa didapat dari
bacaan, pengalaman, kajian dan kegiatan keilmuan lainnya.
HMI di Persimpangan
Waktu
Kebesaran
HMI tidak luput dari perjuangan keras dan panjang, mengingat visi dan misi yang
dikibarkan HMI yang sangat agung, membebaskan umat Islam dari keterpurukan dan
kejumutan akan Islam itu sendiri.
Hal yang
juga menarik ialah bahwa suasanan keIslaman dunia, sebelum beridirinya HMI
memang mengalami kemerosotan yang begitu signifikan. Pemikiran umat Islam yang
kolot, terbelakang pun tampak di berbagai belahan penjuru umat Islam seluruh
dunia. Di indonesia sendiri penjajah Belanda yang terus menggorogoti
sendiri-sendi bangsa, zending agama kristen terus menyerbu muslim sekaligus
dibarengi dengan penyusupan peradaban baran (sekularisme dan liberalisme) pada
seluruh sistem bangsa termasuk juga sistem pendidikan.
Keadaan
ini menjadikan umat Islam berada pada posisi sangat memprihatinkan. Di mana
sebagian besar umat Islam yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai
kewajiban yang diadatkan (perkawinan dll.), para ulama ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan
mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw (Islam
koservatif), golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh
mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk
kepentingan akhirat saja. Dan golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri
dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka
berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat
Indonesia.
Pada saat
keadaan seperti itu, lahir dari golongan terkecil itu dengan tujuan untuk
merombak seluruh kekolotan pemikiran dan pandangan Islam tsb. dan digantikan
dengan Islam modern, dan maju.
Dari
sini lah tampak bahwa hmi didirikan bukan untuk kekuasaan, popularitas dan
kepentingan pribadi, tetapi jauh dari itu ia dilahirkan sebagai gerbong raksasa
yang siap membawa umat Islam pada kegemerlapan pemikiran yang tangguh. Hmi ini
yang pada periode berikutnya mampu memberikan gembarakan bahwa Islam itu
benar-benar ada, mampu melintasi dan menaklukkan tantangan zaman. Hal ini jelas nilai positif bagi umat Islam yang
mampu merubah pandangan umat luar yang menilai Islam sebagai agama kuno yang
tak berdaya.
Tetapi
untuk menggapai kejayaan, pejuangan HMI tidak lah mulus dan mudah seperti yang
dibayangkan. Dalam perjuangan itu, HMI sudah mengorbankan banyak tenaga. Tidak
hanya pikiran dan tenaga, bahkan nyawa pun menjadi taruhan demi tercapainya
cita-cita di atas. Ini terbukti dari keikut sertaan HMI dalam mempertahankan
NKRI, yakni membebaskan indonesia dari cengkeraman penjajahan Belanda yang
dinilai sebagai penghambat perjuangan. Pasukan yang dibentuk hmi dalam
memberantas belanda pada waktu itu ialah Corps Mahasiswa (CM) yang bersama
pemerintah berhasil menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Ini
berarti bahwa HMI merupakan organisasi murni perjuangan untuk umat Islam dan
bangsa. Dalam perjuangan yang sangat dibutuhkan ialah suatu kesabaran dan
kekokohan demi menggapai kemajuan umat. Di samping itu juga butuh pengorbanan
yang besar dan tidak untuk mengambil keuntungan yang besar.
Intelektual
HMI Yes, Politik HMI No
Penulis
sangat tertarik dengan ungkapan Anas Urbaningrum, bahwa satu hal yang
membedakan antara HMI dengan organisasi lain, yaitu intektualitas. Sehingga
aspek satu ini menjadi aspek yang begitu penting untuk terus dipertahankan.
Intelektualitas merupakan ujung tombak kemajuan HMI yang terbukti pada masa
keemasannya, yaitu hmi yang dipuja dan menjadi pahlawan umat Islam dunia dan
bangsa indonesia itu sendiri.
Tradisi
intelektual ini bisa dibangun dengan memperkuat beberapa hal. Pertama,
memperkuat tradisi membaca (membaca sebagai kewajiban setelah shalat). Kedua,
memperkokoh tradisi menulis (dalam artian
bukan menulis status facebook, twitter dan sms, tetapi menulis ilmiah), dan
ketiga, adalah tradisi berdiskusi.
Dalam
sejarah HMI, memang yang cukup mendominasi keemasannya ialah intelektualitas.
HMI tidak akan mencapai suatu visi dan misi sebagai pembaharu umat kalau
intelektualitasnya rendah. Kalau intektualitas yang telah memberikan kemegahan
dan daya tarik tersendiri pada HMI, tidak lah wajar kalau intelektualitas ini
harus ditinggalkan, apalagi digantikan dengan politik yang tidak jelas arahnya.
Sudah
jelas bahwa kemuduran HMI kali ini atau akhir-akhir ini termasuk HMI Ciputat,
itu disebabkan karena perhatian pengikut HMI terhadap intelektual terus menurun
drastis. Para pengikutnya lebih memilih politik ketimbang intelektual.
Faktanya
bahwa politik yang sekarang menjadi tren aktivis terbukti tidak menjanjikan.
Bahwa politik merupakan jalan yang membahayakan organisasi intelektual. Karena
terdapat perbedaan yang signifikan dalam tatacara dan tujuan akhir keduanya.
Kalau intektual menggunakan cara yang ramah, ilmiah, jujur dan demi kepentingan
masyarakat banyak. Sedangkan politik melaju dengan cara adudomba, tidak jujur,
kejam dan demi kepentingan pribadi atau kelompok kecil.
Konsekuensinya,
bahwa intelektual akan berusaha menyatukan perbedaan sedangkan politik akan
memecah belah satu kesatuan pada organisasi itu, karena terus dihantui dengan
kepentingan lokal.
Masyarakat
indonesia pada umumnya sedang mengalami degradasi pemikiran. Bangsa indonesia
sedang membutuhkan suatu pencerahan dari para pembaharu. Bahwa masyarakat
indonesia termasuk mahasiswa sedang kebingungan mencari wadah pembaharuan
pemikiran mereka. Bahwa mereka telah kehilangan HMI yang pernah menyelamatkan
mereka dari keterpurukan. Maka mengapa HMI malah asyik dengan sendirinya
bermain politik.
Keberadaan
HMI adalah ketiadaannya, jika ia terus terkungkung dengan ranah politik
praktis. Politik adalah pisau bunuh diri bagi HMI. Dengan alasan bahwa politik
itu dipenuhi berbagai kepentingan pihak tertentu. Politik sebagai suatu lahan
perebutan kekuasaan yang menghalalkan segalanya. Cenderung licik, perhitungan
(harus ada take and give). Lawan menjadi teman kalau
menguntungkan, kawan menjadi musuh kalau tidak bisa diajak untuk membantu
merebut kekuasaan. Sehingga politik bertendensi membawa HMI keluar dari jati
dirinya.
Pada
keadaan ini, hmi hanya berposisi sebagai topeng, hanya sebagai alat dan budak
untuk menggapai kepuasan pribadi dan kepentingan sekte-sekte dalam tubuh hmi. Jadi
ia pun pada hakikatnya bukan lagi sebagai hmi tetapi dalam kedok hmi.
Orang-orang tidak akan tahu tentang hal ini. Maka keadaan ini akan sangat
merugikan hmi. Sehingga hmi pada keadaan yang seperti ini harus segera
dibubarkan.
Tetapi
maksud dari penjabaran di atas, buka berarti HMI harus benar-benar tidak
berpolitik sama sekali. HMI tetap berpolitik dengan tidak menghilangkan
substansi perjuangannya. Bahwa yang lebih diprioritaskan ialah intelektualitas
untuk menyelamatkan umat dari kejumutan. Bahwa politik itu hanyalah sebagai
jalan atau alat agar intelektualitas tetap melaju dengan cepat.
Menyadari
Keterpurukan Kancah Perpolitikan
Sebagi
pertimbangan pula. Bahwa citra politik, sekarang sedang berada dalam keterpurukan.
Politik negara ini sudah terbukti tidak manis. Terbukti gombal, tidak lurus,
tidak benar dan demi kepuasan belaka.
Sudah terlalu
banyak kekecewaan masyarakat terhadap politik. Kekecewaan itu tidak hanya
tampak pada masyarakat terpelajar saja, tetapi jauh pada masyarakat kecil
–petani, pemulung, pengamen, dst.- yang tidak berpendidikan pun juga demikian.
Ini membuktikan bahwa betapa terpuruknya politik pada saat ini.
Politik yang
berkembang pada saat ini merupakan politik yang keluar dari ranah politik yang
sebenarnya, di mana politik bertujuan untuk menggapai tujuan kebaikan
masyarakat pada umumnya. Tetapi politik merupakan suatu ajang merengut
kekuasaan sebanyak mungkin yang pada akhirnya berujung pada kekayaan. Bahwa
segala langkah dan keputusan politik tidak lagi berpihak kepada masyarakat,
tetapi berpihak kepada mereka yang memberikan keuntungan besar. Pada posisi ini
masyakat hanyalah sebagai iming-iming untuk mendapatkan keuntungan yang
berlipat ganda.
Praktek
politik publik ini jelas akan mendoktrik permainan politik pengikut HMI (yang
pada umumnya mahasiswa). Langkah-langkah perpolitikan kaum pemerintahan itu
akan direimplementasikan oleh mahasiswa pada ranahnya. Sehingga politik seperti
ini akan menggoncang dan mencemarkan nama baik HMI. Bahwa masyarakat akan terus
menilai gerakan HMI, bahwa masyarakat akan mengklaim HMI sebagai organisasi
buruk kalau ia tampak sebagai organisasi politik.
Kembali pada
Kesucian
Dalam
keadaan seperti itu, hanya ada satu jalan untuk menyelamatkannya dari
keterpurukan, yaitu kembali pada kesucian.
Kesucian
yang dimaksud ialah bahwa HMI harus kembali kepada nilai perjuangannya. Yaitu
kembali memperjuangkan intelaktualitas. Sehingga harus kembali memupuk
pengetahuan seluas mungkin demi terciptanya HMI yang kritis dan mampu membawa
umat pada pembaharuan, pembaharuan dan pembaharuan tanpa henti pada satu titik
tertentu.
Kajian
tentang manusia dan keIslaman harus tetap ditingkatkan. Ada hal yang perlu
sebagai catatan buat kader (anggota HMI) bahwa HMI marupakan organisasi keIslaman
yang membawa visi dan misi untuk memajukan, memperbaharui dan memberikan titik
terak pemisahan antara pemikiran Islam dan non Islam. Ia lah oraganisasi yang
bertugas untuk menunjukkan kebesaran pemikiran Islam. Tetapi ironisnya, kader
HMI cenderung mengisinya dengan pemikiran non Islam yang juga dijadikan rujukan
utama dan tidak dikonfrontasikan dengan Islam. Mereka cukup pada pemikiran
barat saja, atau lebih fokus pada pemikiran barat.
Kalau seperti
seperti itu kenyataannya, HMI pun juga beralih visi dan misi, dari
memperjuangkan pemikiran Islam –agar umat Islam sadar dan kembali pada
kemegahan pemikiran Islam- menjadi memperjuangkan non Islam, sehingga memaksa
muslim untuk menyadari kebesaran non Islam. Konsekuensinya umat Islam semakin
tidak berdaya karena tidak percaya diri pada dirinya sendiri.
HMI, Hidup
dan Mati Mahasiswa
Dengan
demikian, HMI akan menjadi idaman seluruh umat, lebih-lebih mahasiswa yang
memang haus akan pemikiran. HMI sebagai gembong terbesar intelektual akan terus
dicari para akademisi. Dengan sendirinya mereka akan datang berbodong-bondong
untuk memohon bergabung untuk mengorek keilmuan yang ada di HMI.
Mereka,
akademisi, terus berlomba-lomba menggoreskan jasa pada HMI dan akan terus
dikenang sampai akhir hayat. Ini adalah suasana HMI tidak hanya menjadi kampus
kedua, tetapi telah berperan sebagai pusat intektual jauh di atas kampus. Ia
adalah organisasi dambaan akademisi dan umat yang berkedudukan di atas
segalanya.
Catatan: Hmi pada
tulisan ini dibagi menjadi dua. Pertama, hmi yang bukan sebenarnya. Dengan
maksud bahwa hmi itu hanya sebagai kedok saja yang di dalamnya berisi yang
lain. Biasanya hmi yang seperti ini ditulis dengan sebagian huruf kecil atau
dengan huruf kecil semua (tidak dengan huruf besar semua), misalnya Hmi atau
hmi. Hmi ini yang diseru agar dibubarkan.