Kehendak dan Kemanusiaan
Oleh: Chaniago*
Manusia
merupakan bagian dari totalitas kehendak yang universal, itu menancap pada nilai dan moral
yang terus membuatnya hidup dalam dinamisasi kehendak partikular yang inheren. Serta
mengokohkan manusia
pada eksistensi materi yang kuat dan tak tergoyahkan, meskipun tetap tanpa
meniadakan lingkup keterikatan akan ruang dan waktu. Yang selalu hadir, mengada kemudian
hilang dan terus berganti.
Basis
hidup dari manusia merupakan manifestasi fundamental dari sifat paling mendasar
kehendak,
yaitu bertahan hidup “survive”. kehendak yang noumenal dan
termarjinalkan justru menjadi subtansi korespondensial dari segala bentuk
ketiadaan yang menghadirkan diri, berwujud pada kehadiran yang kita lihat, rasa, raba, dan ketahui.
Pun menjadi rujukan dari keterhubungan masing-masing kehendak yang bertumpu
pada kehampaan, mengabstraksikan diri pada dunia materi.
Manifestasi
awal dari sifat dasar kehendak adalah terus menjaga esensinya tetap pada
eksistensi yang terus berdinamisasi, hal ini terjadi dengan disadari maupun
tanpa disadari oleh subjek yang terus bertindak pada dunia fenomena. Manusia
terus bertahan dalam kehidupannya, utamanya dalam mempertahankan dirinya dari
ketiadaan esensi yang berwujud (survive), bahkan ketika benturan
kehendak yang terjadi antar subjek terjadi secara signifikan. pertarungan
kehendak yang terus menyimpulkan laju peradaban manusia yang terorientasi pada
kehendak yang sempurna, dimana sifat-sifat liar dari kehendak dasar mulai
teratasi dan kehendak yang pada mulanya berwujud liar, kanak-kanak, dapat
mendewasa tanpa meninggalkan aksi eansipatoris yang menjadi sifat dasarnya.
Permasalahan
justru hadir bersamaan dengan ejawantahan kehendak universal yang menyebar pada
diri setiap makhluk, distorsi nilai-nilai etis pun terus tersubordinasi tanpa
kontrol yang pasti terhadap kehendak dasariah. Tak ada lagi pembeda antara
nilai etis yang lahir dari kehendak dasar manusia sebagai makhluk
rasional.manusia cenderung bertindak tanpa memperhatikan aspek-aspek moral yang
dilegitimasi oleh masyarakat. Segala nilai berbentuk baik pada dirinya sendiri
tanpa melihat kehadiran makhluk dan manusia lain sebagai sesuatu yang
berkehendak pada dirinya. Akibatnya dengan adanya kesadaran yang berpotensi
pada kehendak gagal mengaktual dan terjebak pada dirinya sendiri.
Pada
dasarnya, setiap kehendak bersifat aktif. Seperti halnya pada hewan dan
tumbuhan, terus mencari cara yang akurat untuk memenuhi dirinya pada kebutuhan
fundamental dari sifat aktif tersebut. Kehendak juga bersifat bebas, dalam arti
tak ada batasan apapun dalam mengaktualkan apapun yang dimilikinya, sekalipun
berbentuk konsep yang berujung aktualitas. Perbedaan kebebasan kehendak yang
dimiliki oleh hewan, dan manusia sangatlah fundamental, manusia memiliki
kehendak super bebas dan hampir tak memiliki batasan apapun pada setiap
keterhubungan kehendak yang dia miliki, kebebasan itu hanya dibatasi oleh
kesadaran dipengaruhi oleh nilai etis dan estetis.
Setiap
makhluk hidup mengalami apa yang disebut sebagai seleksi alam, hanya darwin
terlalu berkutat pada materi biologis yang terus berdialektis di masanya.
Seleksi alam ini terjadi pada setiap kehendak murni yang dimiliki setiap
manusia, disini terjadi hukum rimba, yang kuat dialah yang menang dan dialah
yang menguasai kehendak yang lain. Terkadang hal ini terjadi pada kita secara
tidak disadari, seleksi yang terjadi antara subjek dan objek terus terjadi,
anggaplah kita yang makan untuk hidup, kita tak pernah berfikir bahwa makan
untuk hidup yang sedang kita jalankan adalah demi kehendak pacar atau
masyarakat yang tidak senang melihat kita sakit, atau mati kelaparan.
Hal
tersebut terus berulang mengulang konsep “perulangan abadi” yang dimiliki
Nietzsche. Bahkan hal tersebut terjadi secara nyata dan disadari, ketika kita
pergi kuliah demi membahagiakan orang tua, bekerja demi anak bini di rumah, ke
kampus demi mendapatkan pujaan hati, bahkan menulis pun agar orang lain
mengetahui kita. Sadar ataupun tak disadari eksistensi kehendak masing-masing
kita telah diintervensi dan dikuasai oleh kehendak yang berasal dari luar.
Tak ada
satupun manusia yang memiliki kehendak sebebas yang ia inginkan. Hal yang
bersifat inheren tersebut selalu disadari maupun tidak kehendak itu disusupi
oleh kehendak lain yang lebih kuat, dalam upaya menguasai esensi paling krusial
yang ada pada diri setiap makhluk hidup. Hal ini terjadi lumrah pada setiap
manusia, antara manusia satu dengan manusia lainnya.
Oleh
karena itu, sudah seharusnya manusia menyadari apa saja yang menjadi sebab awal
dari tindakannya, kesadaran ini harus dimiliki dan harus mampu mengontrol
kehendak agar tak ada apapun yang mampu menyusupi dan mengintervensinya,
sehingga kehendak ini dapat menjadi kehendak pribadi yang mandiri.
*Mahasiswa
Aqidah Falsafah, Aktivis HMI dan PIUSH