Oleh Ali Topan DS
(Ketua Umum HMI KOMFUF 2011-2012)
Pemerintah Indonesia
menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Disusul tanggal 21
Mei sebagai Hari Reformasi. Kedua tanggal di atas menjadi bagian sejarah
Indonesia, terlebih bagi para pelaku, actor gerakan reformasi 1998. Kini, 14
tahun sudah reformasi bergulir. Pasca reformasi, banyak pihak yang merasa
diuntungkan dengan tumbangnya rezim otoriterianisme ala Pak Harto. Demikian
juga sebaliknya, tidak sedikit yang mengecewakan reformasi karena Indonesia
tetap “gini-gini aja”, jauh dari cita-cita reformasi.
Agenda reformasi
1998 sangat erat dengan upaya melengserkan Presiden Suharto dari tahta nya, sebagai
orang nomor wahid di Indonesia. Menurut Ali Yafi, definisi reformasi cukup
sederhana, Pak Harto turun. Nurchalis Majid, Abdurrahman Wahid dan Amin Rais
adalah bagian dari kalangan tokoh bangsa yang turut mendesak turun Pak Harto. Hampir
semua orang pintar –cendekiawan- bangsa ini pada waktu mengamini dan
menginginkan hal itu.
Proyek reformasi 98
memang focus pada upaya penurunan Pak Harto dari jabatannya sebagai Presiden.
Akan tetapi agenda atau proyek reformasi 14 tahun silam tidak sesederhana itu.
Karena, jika dikatakan bahwa reformasi adalah upaya untuk menurunkan Pak Harto,
maka agenda reformasi telah usai pasca 21 Mei 1998. Dimana kala itu ia (Pak
Harto) secara resmi dan terbuka mengundurkan diri.
Beragam alasan dalam
tuntutan turunnya Pak Harto. Praktik KKN barangkali yang menjadi alasan utama.
Selain juga isu tentang kejahatan HAM, hanya, tampaknya kurang banyak disentuh.
Kasus ini menjadi bagian dari proyek reformasi 98 yang harusnya diselesaikan
pemerintah. Akan tetapi, mengenai praktik KKN, Pak Harto beserta seluruh
keluarganya, kroni dan pengikutnya dibebaskan dari segala tuntutan hukum oleh
Presiden periode SBY-JK.
Jika dilihat satu dari
dua kasus diatas (korupsi dan kejahatan HAM), maka hari ini bangsa Indonesia
agaknya berat untuk mengatakan “Reformasi telah selesai”. Mungkin yang ada
adalah “Reformasi kita tak terselesaikan”. Persoalan atau kasus korupsi tidak
kunjung lenyap dari mata dan telinga kita. Berita terkait kasus tersebut selalu
saja dapat kita lihat dan dengar. Korupsi hampir meliputi aspek pemerintahan,
tidak hanyak di pusat, tetapi di daerah pun demikian. Pejabat Negara yang
terjerat kasus korupsi masih dapat tersenyum didepan public sambil berdalih ia
terjebak dalam scenario politik; tidak tahu menahu tentang uang dan berbagai
alasan lainnya. Apakah para pejabat Negara ini sudah tidak bisa membedakan mana
uang “terima kasih” dan uang korupsi?. Mana uang rakyat dan uang upahnya?.
Selama kasus korupsi masih menjangkit para
pejabat Negara ini dan persoalan kejahatan HAM, maka selama itu pula bangsa ini
gagal mewujudkan cita-cita reformasi 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar