Senin, 28 Januari 2013

Kehendak dan Kemanusiaan

Kehendak dan Kemanusiaan 
Oleh: Chaniago*
Manusia merupakan bagian dari totalitas kehendak yang universal, itu menancap pada nilai dan moral yang terus membuatnya hidup dalam dinamisasi kehendak partikular yang inheren. Serta mengokohkan manusia pada eksistensi materi yang kuat dan tak tergoyahkan, meskipun tetap tanpa meniadakan lingkup keterikatan akan ruang dan waktu. Yang selalu hadir, mengada kemudian hilang dan terus berganti.
Basis hidup dari manusia merupakan manifestasi fundamental dari sifat paling mendasar kehendak, yaitu bertahan hidup “survive”. kehendak yang noumenal dan termarjinalkan justru menjadi subtansi korespondensial dari segala bentuk ketiadaan yang menghadirkan diri, berwujud pada kehadiran yang kita lihat, rasa, raba, dan ketahui. Pun menjadi rujukan dari keterhubungan masing-masing kehendak yang bertumpu pada kehampaan, mengabstraksikan diri pada dunia materi.
Manifestasi awal dari sifat dasar kehendak adalah terus menjaga esensinya tetap pada eksistensi yang terus berdinamisasi, hal ini terjadi dengan disadari maupun tanpa disadari oleh subjek yang terus bertindak pada dunia fenomena. Manusia terus bertahan dalam kehidupannya, utamanya dalam mempertahankan dirinya dari ketiadaan esensi yang berwujud (survive), bahkan ketika benturan kehendak yang terjadi antar subjek terjadi secara signifikan. pertarungan kehendak yang terus menyimpulkan laju peradaban manusia yang terorientasi pada kehendak yang sempurna, dimana sifat-sifat liar dari kehendak dasar mulai teratasi dan kehendak yang pada mulanya berwujud liar, kanak-kanak, dapat mendewasa tanpa meninggalkan aksi eansipatoris yang menjadi sifat dasarnya.
Permasalahan justru hadir bersamaan dengan ejawantahan kehendak universal yang menyebar pada diri setiap makhluk, distorsi nilai-nilai etis pun terus tersubordinasi tanpa kontrol yang pasti terhadap kehendak dasariah. Tak ada lagi pembeda antara nilai etis yang lahir dari kehendak dasar manusia sebagai makhluk rasional.manusia cenderung bertindak tanpa memperhatikan aspek-aspek moral yang dilegitimasi oleh masyarakat. Segala nilai berbentuk baik pada dirinya sendiri tanpa melihat kehadiran makhluk dan manusia lain sebagai sesuatu yang berkehendak pada dirinya. Akibatnya dengan adanya kesadaran yang berpotensi pada kehendak gagal mengaktual dan terjebak pada dirinya sendiri.
Pada dasarnya,  setiap kehendak bersifat aktif. Seperti halnya pada hewan dan tumbuhan, terus mencari cara yang akurat untuk memenuhi dirinya pada kebutuhan fundamental dari sifat aktif tersebut. Kehendak juga bersifat bebas, dalam arti tak ada batasan apapun dalam mengaktualkan apapun yang dimilikinya, sekalipun berbentuk konsep yang berujung aktualitas. Perbedaan kebebasan kehendak yang dimiliki oleh hewan, dan manusia sangatlah fundamental, manusia memiliki kehendak super bebas dan hampir tak memiliki batasan apapun pada setiap keterhubungan kehendak yang dia miliki, kebebasan itu hanya dibatasi oleh kesadaran dipengaruhi oleh nilai etis dan estetis.
Setiap makhluk hidup mengalami apa yang disebut sebagai seleksi alam, hanya darwin terlalu berkutat pada materi biologis yang terus berdialektis di masanya. Seleksi alam ini terjadi pada setiap kehendak murni yang dimiliki setiap manusia, disini terjadi hukum rimba, yang kuat dialah yang menang dan dialah yang menguasai kehendak yang lain. Terkadang hal ini terjadi pada kita secara tidak disadari, seleksi yang terjadi antara subjek dan objek terus terjadi, anggaplah kita yang makan untuk hidup, kita tak pernah berfikir bahwa makan untuk hidup yang sedang kita jalankan adalah demi kehendak pacar atau masyarakat yang tidak senang melihat kita sakit, atau mati kelaparan.
Hal tersebut terus berulang mengulang konsep “perulangan abadi” yang dimiliki Nietzsche. Bahkan hal tersebut terjadi secara nyata dan disadari, ketika kita pergi kuliah demi membahagiakan orang tua, bekerja demi anak bini di rumah, ke kampus demi mendapatkan pujaan hati, bahkan menulis pun agar orang lain mengetahui kita. Sadar ataupun tak disadari eksistensi kehendak masing-masing kita telah diintervensi dan dikuasai oleh kehendak yang berasal dari luar.
Tak ada satupun manusia yang memiliki kehendak sebebas yang ia inginkan. Hal yang bersifat inheren tersebut selalu disadari maupun tidak kehendak itu disusupi oleh kehendak lain yang lebih kuat, dalam upaya menguasai esensi paling krusial yang ada pada diri setiap makhluk hidup. Hal ini terjadi lumrah pada setiap manusia, antara manusia satu dengan manusia lainnya. 
Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia menyadari apa saja yang menjadi sebab awal dari tindakannya, kesadaran ini harus dimiliki dan harus mampu mengontrol kehendak agar tak ada apapun yang mampu menyusupi dan mengintervensinya, sehingga kehendak ini dapat menjadi kehendak pribadi yang mandiri.

*Mahasiswa Aqidah Falsafah, Aktivis HMI dan PIUSH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar