Oleh. Shodiq
Adi Winarko (Kader HMI KOMFUF)
Di
era modern sekarang ini, bukan lagi waktunya mahasiswa bersikap apatis. Sebagai
penyandang status the agent of change,
hendaknya para mahasiswa mampu berperan untuk perubahan hidup bermasyarakat
yang lebih baik. Untuk itu, tidak ada salahnya jika kita meneladani amanat
Presiden Soeharto, bahwa perubahan dan
perkembangan yang terjadi pada negara-negara berkembang hanya dimungkinkan
berlangsung, jika kualitas modal manusianya itu dapat ditingkatkan tanpa
melalui perubahan struktural yang radikal.
Modal
manusia yang dalam hal ini adalah ilmu, akan menjadi sangat penting manakala
dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Tentu manusia yang lebih dijadikan
objek adalah para mahasiswa atau pun wisudawan. Tak ayal jika Prof. Dr. Syibli
Syarjaya, Rektor IAIN SMH Banten berujar saat mewisuda ratusan mahasiswanya,
selasa (13/12), di Hotel Mangkuputra, Kota Cilegon. Syibli menegaskan,
hendaknya para mahasiswa yang sudah menggondol gelar akademik itu terus dapat
memiliki kepekaan tehadap lingkungan kehidupan bermasyarakat.
Selain
itu, Syibli tidak lupa memotivasi para mahasiswanya agar terus meningkatkan
kemampuannya melalui tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Belum cukup dengan
itu, ia juga berharap agar anak-anak didiknya dapat selalu mengedepankan prinsip
jujur, mau bekerja keras, dan disiplin dalam menjalankan tugas dan kewajiban di
masyarakat.
Baik
amanat dari Presiden Soeharto maupun pernyataan Syibli, pesan yang dibawa
keduanya sangat selaras dengan kondisi sosial masyarakat kita saat ini,
terlebih seputar Banten. Tak terasa sekarang usia Banten sudah menginjak ke-11,
yaitu sejak memutuskan diri untuk mandiri dan berpisah dari Propinsi Jawa
Barat. Namun dengan usia yang relatif dini tersebut, sudahkah Banten tampil
sebagai propinsi maju yang mampu menyejahterakan masyarakatnya?
Semangat Perubahan Banten
Sebelas tahun lalu, segenap rakyat
Banten berjuang mendirikan provinsi baru di atas semangat meningkatkan
kesejahteraan. Di samping itu semangat memberikan pelayanan maksimal kepada
rakyat juga menjadi landasan Banten memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat.
Lantas, apakah semangat tersebut terwujud ketika Banten sudah berusia sebelas
tahun?
Coba kita
telusuri, sejak tahun 2001 sampai 2011, bisa dikatakan Banten tidak mengalami
kemajuan yang signifikan jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain yang
sebaya. Ibarat mahasiswa, Banten bukan merupakan mahasiswa yang prestatif.
Justru sebaliknya, tanda kecacatan Banten banyak sekali kita temui. Contoh yang
paling nyata dalam hal ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun
2001, IPM Banten sebesar 65,3%, sedangkan tahun 2009 mencapai 70,6%.
Sepintas, memang
kita akan dibuat bangga dengan data statistik di atas, yaitu saat kita tidak
membandingkannya dengan propinsi lain. Namun saat Banten disandingkan dengan
propinsi-propinsi lainnya, maka nasib IPM Banten sungguh sangat menyesakkan.
Hal di atas
dapat dibuktikan dengan peringkat Banten pada tahun 2001 yang menduduki
peringkat 11 dengan skor 66,6%. Selanjutnya, pada tahun 2010 prestasi Banten
merosot ke peringkat 23 dengan skor 70,56%. Hasil ini sangat jauh tertinggal
jika kita sandingkan dengan perolehan propinsi Bangka Belitung yang kini
menempati posisi 10 Nasional dengan skor 72,19%.
Dengan keadaan
seperti ini maka tidak patut jika para mahasiswa, khususnya mahasiswa Banten
hanya berdiam diri bersikap apatis. Justru sekarang lah waktu yang tepat untuk
membuktikan harapan-harapan dari Prof.
Dr. Syibli Syarjaya, Rektor IAIN SMH Banten.
Peran
Aktif Mahasiswa
KH. Abdullah
Syukri Zarkasyi MA, pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor mengatakan bahwa
sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Menyikapi perkataan
beliau, maka para mahasiswa perlu kiranya mengabdikan dirinya demi kemajuan
lingkup masyarakatnya. Bukan lagi berjuang demi menghidupi diri dan keluarganya
pribadi.
Konteks
ini lah yang juga disoroti oleh Emha Ainun Nadjib. Ia mengusung pertanyaan
keras untuk kita semua, apakah kita ini tergolong manusia wajib, sunah, mubah,
makruh, atau malah haram? Emha menggaris bawahi agar kiranya kita semua
termasuk golongan orang-orang wajib seperti yang ia golongkan.
Manusia
wajib yang dimaksud adalah pribadi yang keberadaannya selalu dinanti-nantikan
oleh semua orang. Keberadaannya selalu mendatangkan kebahagiaan dan manfaat
bagi sesama. Prinsipnya, Allah akan selalu menolong hambaNya manakala ia
menolong saudara-saudaranya. Dengan prinsip tadi, golongan orang-orang wajib
akan terus berjuang demi kemaslahatan masyarakat tanpa mengharapkan imbalan
suatu apapun.
Perlu kita ketahui bersama, jumlah
Perguruan Tinggi Swasta di Banten yang pembinaannya berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional mencapai 84 kampus. Jumlah ini belum termasuk Perguruan
Tinggi Islam Swasta yang pembinaannya berada di bawah Departemen Agama Republik
Indonesia, belum pula jumlah Perguruan Tinggi Negeri. Dengan potensi Perguruan
Tinggi yang besar di Banten, tentu dapat dijadikan media perubahan Banten ke
arah yang lebih maju. Yaitu dengan memanfaatkan kemampuan akademik para
wisudawan Banten.
Meminjam harapan singkat Hj. Ratu
Atut Chosiyah, bahwa gelar kesarjanaan yang diraih para
mahasiswa seharusnya betul-betul dapat dipertanggungjawabkan melalui
impelementasi ilmu pengetahuan yang telah dipelajari untuk diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Artinya, semakin banyak mahasiswa yang mau memanfaatkan
ilmunya untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya, maka semakin terbuka untuk
mengubah keadaan Banten lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar