Selasa, 17 Januari 2012

Mahasiswa dan Perubahan Banten


Oleh. Shodiq Adi Winarko (Kader HMI KOMFUF)
             
Di era modern sekarang ini, bukan lagi waktunya mahasiswa bersikap apatis. Sebagai penyandang status the agent of change, hendaknya para mahasiswa mampu berperan untuk perubahan hidup bermasyarakat yang lebih baik. Untuk itu, tidak ada salahnya jika kita meneladani amanat Presiden Soeharto, bahwa perubahan dan perkembangan yang terjadi pada negara-negara berkembang hanya dimungkinkan berlangsung, jika kualitas modal manusianya itu dapat ditingkatkan tanpa melalui perubahan struktural yang radikal.
            Modal manusia yang dalam hal ini adalah ilmu, akan menjadi sangat penting manakala dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Tentu manusia yang lebih dijadikan objek adalah para mahasiswa atau pun wisudawan. Tak ayal jika Prof. Dr. Syibli Syarjaya, Rektor IAIN SMH Banten berujar saat mewisuda ratusan mahasiswanya, selasa (13/12), di Hotel Mangkuputra, Kota Cilegon. Syibli menegaskan, hendaknya para mahasiswa yang sudah menggondol gelar akademik itu terus dapat memiliki kepekaan tehadap lingkungan kehidupan bermasyarakat.
            Selain itu, Syibli tidak lupa memotivasi para mahasiswanya agar terus meningkatkan kemampuannya melalui tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Belum cukup dengan itu, ia juga berharap agar anak-anak didiknya dapat selalu mengedepankan prinsip jujur, mau bekerja keras, dan disiplin dalam menjalankan tugas dan kewajiban di masyarakat.
            Baik amanat dari Presiden Soeharto maupun pernyataan Syibli, pesan yang dibawa keduanya sangat selaras dengan kondisi sosial masyarakat kita saat ini, terlebih seputar Banten. Tak terasa sekarang usia Banten sudah menginjak ke-11, yaitu sejak memutuskan diri untuk mandiri dan berpisah dari Propinsi Jawa Barat. Namun dengan usia yang relatif dini tersebut, sudahkah Banten tampil sebagai propinsi maju yang mampu menyejahterakan masyarakatnya? 
Semangat Perubahan Banten
            Sebelas tahun lalu, segenap rakyat Banten berjuang mendirikan provinsi baru di atas semangat meningkatkan kesejahteraan. Di samping itu semangat memberikan pelayanan maksimal kepada rakyat juga menjadi landasan Banten memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat. Lantas, apakah semangat tersebut terwujud ketika Banten sudah berusia sebelas tahun?
Coba kita telusuri, sejak tahun 2001 sampai 2011, bisa dikatakan Banten tidak mengalami kemajuan yang signifikan jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain yang sebaya. Ibarat mahasiswa, Banten bukan merupakan mahasiswa yang prestatif. Justru sebaliknya, tanda kecacatan Banten banyak sekali kita temui. Contoh yang paling nyata dalam hal ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2001, IPM Banten sebesar 65,3%, sedangkan tahun 2009 mencapai 70,6%.
Sepintas, memang kita akan dibuat bangga dengan data statistik di atas, yaitu saat kita tidak membandingkannya dengan propinsi lain. Namun saat Banten disandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya, maka nasib IPM Banten sungguh sangat menyesakkan.
Hal di atas dapat dibuktikan dengan peringkat Banten pada tahun 2001 yang menduduki peringkat 11 dengan skor 66,6%. Selanjutnya, pada tahun 2010 prestasi Banten merosot ke peringkat 23 dengan skor 70,56%. Hasil ini sangat jauh tertinggal jika kita sandingkan dengan perolehan propinsi Bangka Belitung yang kini menempati posisi 10 Nasional dengan skor 72,19%.
Dengan keadaan seperti ini maka tidak patut jika para mahasiswa, khususnya mahasiswa Banten hanya berdiam diri bersikap apatis. Justru sekarang lah waktu yang tepat untuk membuktikan harapan-harapan dari Prof. Dr. Syibli Syarjaya, Rektor IAIN SMH Banten.
Peran Aktif Mahasiswa
            KH. Abdullah Syukri Zarkasyi MA, pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Menyikapi perkataan beliau, maka para mahasiswa perlu kiranya mengabdikan dirinya demi kemajuan lingkup masyarakatnya. Bukan lagi berjuang demi menghidupi diri dan keluarganya pribadi.
            Konteks ini lah yang juga disoroti oleh Emha Ainun Nadjib. Ia mengusung pertanyaan keras untuk kita semua, apakah kita ini tergolong manusia wajib, sunah, mubah, makruh, atau malah haram? Emha menggaris bawahi agar kiranya kita semua termasuk golongan orang-orang wajib seperti yang ia golongkan.
            Manusia wajib yang dimaksud adalah pribadi yang keberadaannya selalu dinanti-nantikan oleh semua orang. Keberadaannya selalu mendatangkan kebahagiaan dan manfaat bagi sesama. Prinsipnya, Allah akan selalu menolong hambaNya manakala ia menolong saudara-saudaranya. Dengan prinsip tadi, golongan orang-orang wajib akan terus berjuang demi kemaslahatan masyarakat tanpa mengharapkan imbalan suatu apapun.
            Perlu kita ketahui bersama, jumlah Perguruan Tinggi Swasta di Banten yang pembinaannya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional mencapai 84 kampus. Jumlah ini belum termasuk Perguruan Tinggi Islam Swasta yang pembinaannya berada di bawah Departemen Agama Republik Indonesia, belum pula jumlah Perguruan Tinggi Negeri. Dengan potensi Perguruan Tinggi yang besar di Banten, tentu dapat dijadikan media perubahan Banten ke arah yang lebih maju. Yaitu dengan memanfaatkan kemampuan akademik para wisudawan Banten.
            Meminjam harapan singkat Hj. Ratu Atut Chosiyah, bahwa gelar kesarjanaan yang diraih para mahasiswa seharusnya betul-betul dapat dipertanggungjawabkan melalui impelementasi ilmu pengetahuan yang telah dipelajari untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Artinya, semakin banyak mahasiswa yang mau memanfaatkan ilmunya untuk masyarakat dan lingkungan sekitarnya, maka semakin terbuka untuk mengubah keadaan Banten lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar