Sabtu, 21 Januari 2012

Terasing di Negeri Sendiri


Oleh Dian Sari Pertiwi (Kader HMI Cabang Ciputat)
Siapa pun di negeri ini tentu mengetahui bahwa negara kita menganut demokrasi pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pengejawantahan atas pluralnya bangsa ini. Terdiri dari suku, budaya dan bahasa yang beragam Indonesia menjadi negara multikultural yang patut dibanggakan.
Namun agaknya kebanggaan itu kini tercoreng akibat terjadinya disintegrasi beberapa waktu belakangan ini. Papua kembali memanas dan memakan korban jiwa. Tidak adanya ruang publik bagi warga Papua untuk menyampaikan kebutuhan dan aspirasinya menjadikan demokrasi bagi mereka seolah panggang jauh dari api. Padahal demokrasi bukan sebatas wacana di atas kertas, demokrasi adalah hak konkret setiap warga negara yang harus dapat dinikmati. Demokrasi bukan sebatas milik penduduk wilayah pulau Jawa, karena Papua juga bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saya melihat kejadian di Papua dari sudut pandang seorang Marx yang menyatakan bahwa tingkat ketidakmerataan distribusi sumber-sumber, terutama kekuasaan merupakan determinan konflik kepentingan obyektif. Konflik terjadi ketika sebagian orang memperoleh atau meguasai sumber, sedangkan yang lainnya tidak memperoleh sama sekali.
Kita sama tahunya bahwa Papua adalah bumi yang kaya akan tembaga dan emas, namun tembaga dan emas itu tidak dapat memakmurkan penduduk Papua. Mereka terasing di tanahnya sendiri. Seperti orang yang diperdaya dan tidak pernah ada niat pemerintah untuk memberdayakan mereka. Mereka tidak diizinkan untuk mengelola sumber daya alamnya.
Ada subtansi yang kosong dalam demokrasi pancasila yang ada di negara kita. Meminjam istilah Donny Gahral ‘Demokrasi Kertas’. Demokrasi seharusnya membebaskan tiap warga negaranya untuk mendapatkan haknya, hak sipil dan hak politik. Konflik Papua hanya segelintir contoh dari gagalnya pengimplementasian konsep demokrasi pancasila negara ini.
Jika tidak segera diselesaikan pada inti masalah, konflik ini akan senantiasa mudah untuk disulut kembali. Papua tidak membutuhkan tentara dan polisi setiap ada konflik, yang mereka butuhkan adalah demokrasi yakni kebebasan, kesetaraan dan kesejahteraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar